Learning Styles

Learning Styles – Ketika membicarakan tentang cara manusia belajar, kita sering menemukan kenyataan bahwa setiap orang memiliki gaya belajar yang berbeda. Ada yang lebih cepat menangkap informasi saat mendengarkan penjelasan, ada pula yang lebih paham ketika langsung mempraktikkannya. Fenomena inilah yang kemudian dikenal dengan istilah learning styles atau gaya belajar. Topik ini menjadi penting, bukan hanya di ruang kelas formal, tetapi juga dalam pelatihan kerja, pengembangan diri, hingga proses pembelajaran di lingkungan keluarga.

Memahami learning styles berarti kita mencoba mengenali pola alami seseorang dalam menyerap, mengolah, dan mengingat informasi. Gaya belajar ini tidak bisa dipukul rata. Bahkan dalam satu kelas yang sama, peserta bisa saja memiliki pendekatan yang sangat berbeda dalam menyerap materi. Di sinilah pentingnya seorang pendidik, pelatih, atau trainer untuk memahami variasi tersebut agar metode yang digunakan menjadi lebih efektif.

Learning Styles


Mengapa Learning Styles Penting?

Mempelajari gaya belajar ibarat memahami peta jalan. Dengan peta, perjalanan menjadi lebih terarah dan efisien. Tanpa peta, kita bisa saja sampai di tujuan, tetapi dengan waktu dan energi yang lebih besar. Begitu pula dalam proses belajar.

Seseorang yang mengetahui gaya belajarnya akan lebih mudah mengatur strategi. Misalnya, seorang pelajar visual bisa memperbanyak catatan dengan diagram atau mind map. Seorang pembelajar auditori bisa lebih banyak berdiskusi atau mendengarkan rekaman audio. Sementara itu, pembelajar kinestetik bisa mencari aktivitas praktik langsung.

Bagi organisasi, pemahaman tentang learning styles juga memberi keuntungan. Program pelatihan dapat dirancang lebih inklusif, tidak hanya mengandalkan ceramah atau presentasi. Kombinasi berbagai metode membuat peserta merasa lebih terlibat, dan hasil belajar pun meningkat.


Teori Gaya Belajar yang Populer

Ada banyak teori tentang learning styles, tetapi beberapa di antaranya lebih sering digunakan dalam dunia pendidikan maupun pelatihan.

1. Model VAK (Visual, Auditory, Kinesthetic)

  • Visual: Belajar dengan melihat. Lebih suka grafik, gambar, video, atau diagram.

  • Auditory: Belajar dengan mendengar. Menyukai diskusi, ceramah, atau musik latar.

  • Kinesthetic: Belajar dengan bergerak atau melakukan. Butuh praktik langsung, simulasi, atau role play.

Model VAK adalah yang paling sederhana sekaligus paling mudah diterapkan di kelas maupun ruang pelatihan.

2. Model Kolb’s Experiential Learning

David Kolb memperkenalkan konsep Experiential Learning Cycle. Menurutnya, seseorang belajar melalui pengalaman yang berputar dalam empat tahap:

  1. Concrete Experience (mengalami langsung)

  2. Reflective Observation (merenungkan pengalaman)

  3. Abstract Conceptualization (menciptakan konsep/teori)

  4. Active Experimentation (menguji teori dengan tindakan)

Dari model ini, muncul empat tipe gaya belajar:

  • Diverging (lebih banyak observasi, suka brainstorming)

  • Assimilating (fokus pada teori, konsep, dan logika)

  • Converging (menggunakan teori untuk praktik nyata)

  • Accommodating (belajar melalui tindakan dan pengalaman langsung)

3. Honey and Mumford

Model ini mengembangkan Kolb menjadi empat tipe:

  • Activist: suka tantangan, eksplorasi, mencoba hal baru.

  • Reflector: suka mengamati, berpikir sebelum bertindak.

  • Theorist: fokus pada analisis dan kerangka konsep.

  • Pragmatist: langsung ingin tahu bagaimana sesuatu bisa diterapkan.


Realita di Lapangan

Meski teori learning styles populer, banyak penelitian modern yang menantang keefektifan konsep ini. Sebagian peneliti berpendapat bahwa tidak cukup bukti bahwa mengajar sesuai gaya belajar tertentu akan selalu meningkatkan hasil belajar.

Namun, bukan berarti konsep learning styles tidak berguna. Justru, ia membantu pendidik lebih peka terhadap keragaman cara belajar. Yang lebih penting adalah menyediakan variasi metode pembelajaran sehingga semua peserta mendapat kesempatan belajar dengan cara yang sesuai.

Contohnya dalam pelatihan GRC (Governance, Risk, Compliance). Trainer bisa memadukan presentasi visual berupa slide dan diagram, sesi diskusi untuk peserta auditori, serta simulasi kasus nyata bagi peserta kinestetik. Kombinasi ini membuat sesi terasa hidup dan semua peserta merasa terlibat.


Menerapkan Learning Styles dalam Keseharian

Mengaplikasikan pemahaman tentang gaya belajar tidak harus rumit. Ada beberapa langkah sederhana yang bisa dilakukan:

  1. Kenali diri sendiri
    Cobalah refleksi: apakah lebih cepat paham saat membaca, mendengar, atau mempraktikkan?

  2. Gunakan variasi strategi
    Jangan terpaku hanya pada satu cara. Campuran membaca, berdiskusi, dan praktik seringkali lebih efektif.

  3. Fleksibel dalam situasi
    Tidak semua kondisi memungkinkan kita belajar sesuai gaya utama. Misalnya, pembelajar kinestetik tetap bisa mengoptimalkan catatan visual ketika tidak ada kesempatan praktik.

  4. Bagi pendidik atau trainer
    Selalu sertakan variasi metode. Gunakan alat bantu visual, sesi tanya jawab, role play, hingga studi kasus.


Learning Styles dan Dunia Kerja

Di dunia profesional, pemahaman learning styles menjadi aset penting. Perusahaan yang ingin meningkatkan kompetensi karyawan bisa mendesain program training yang kaya variasi. Hal ini tidak hanya meningkatkan pemahaman, tetapi juga membuat peserta lebih termotivasi.

Misalnya, dalam pelatihan audit internal, peserta bisa diberi:

  • Visual: flowchart proses audit, bagan risiko.

  • Auditory: sharing pengalaman auditor senior.

  • Kinesthetic: praktik langsung membuat laporan audit dari kasus simulasi.

Pendekatan ini terbukti lebih efektif dibanding hanya menggunakan satu metode. Karyawan merasa dihargai karena gaya belajarnya diakomodasi.


Masa Depan Learning Styles

Dengan berkembangnya teknologi, pembelajaran kini lebih fleksibel. Platform digital memungkinkan kombinasi berbagai gaya belajar sekaligus. Video interaktif, podcast, simulasi daring, hingga gamifikasi adalah contoh nyata bagaimana learning styles mendapat ruang dalam dunia modern.

Bahkan kecerdasan buatan mulai digunakan untuk menganalisis pola belajar seseorang. Dari data interaksi, sistem bisa memberikan rekomendasi metode belajar yang sesuai. Hal ini membuka peluang besar bagi personalisasi pendidikan maupun pelatihan di masa depan.

klik disini.

whatsapp