Presidential Regulation: Dasar Hukum Strategis Pemerintahan Indonesia
Presidential Regulation – Presiden bukan hanya kepala negara, tapi juga pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi di Indonesia. Dalam menjalankan roda pemerintahan, presiden memiliki sejumlah instrumen hukum yang digunakan untuk menetapkan kebijakan nasional. Salah satunya adalah Peraturan Presiden, atau yang dikenal secara formal dengan istilah Presidential Regulation. Meski namanya terdengar kaku, dampaknya terhadap kehidupan masyarakat bisa sangat nyata dan terasa langsung—mulai dari pengaturan ekonomi, pelayanan publik, hingga kebijakan strategis lintas sektor.
Apa Itu Presidential Regulation?
Secara sederhana, Presidential Regulation atau Peraturan Presiden (Perpres) adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan langsung oleh Presiden Republik Indonesia. Regulasi ini berada satu tingkat di bawah undang-undang dan peraturan pemerintah, serta menjadi pelengkap dalam sistem hukum nasional.
Perpres biasanya dikeluarkan untuk mengatur pelaksanaan teknis dari undang-undang atau peraturan pemerintah yang membutuhkan kejelasan lebih lanjut. Tapi tidak jarang juga, perpres berdiri sendiri dalam menetapkan kebijakan strategis yang dianggap penting secara nasional.
Landasan Hukum Perpres
Konstitusi Indonesia memberikan legitimasi kepada Presiden untuk mengeluarkan Peraturan Presiden. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (yang telah diubah beberapa kali), dijelaskan bahwa Perpres merupakan bagian dari hierarki peraturan perundang-undangan. Artinya, keberadaannya sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat.
Presiden memiliki kewenangan menetapkan Perpres tanpa harus mendapat persetujuan DPR, berbeda dengan undang-undang yang wajib melalui pembahasan dan persetujuan bersama antara legislatif dan eksekutif. Inilah yang membuat Perpres menjadi salah satu alat kebijakan yang paling cepat dan fleksibel dalam merespons dinamika nasional.
Kapan Perpres Diterbitkan? – Presidential Regulation
Tidak semua isu atau kebijakan membutuhkan Perpres. Namun, regulasi ini biasanya diterbitkan dalam situasi-situasi berikut:
-
Ketika dibutuhkan kejelasan teknis atas pelaksanaan UU atau Peraturan Pemerintah
-
Dalam penetapan program strategis nasional, seperti transformasi digital, reformasi birokrasi, atau pengembangan kawasan ekonomi
-
Untuk menyusun lembaga atau badan baru di lingkungan eksekutif
-
Sebagai pengaturan lintas sektor yang tidak cukup hanya dengan keputusan menteri
Salah satu contoh nyata adalah Perpres No. 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Perpres ini mengatur transformasi digital birokrasi Indonesia dan mendorong efisiensi serta transparansi layanan publik.
Karakteristik Perpres
Tidak semua regulasi memiliki dampak langsung yang bisa dirasakan masyarakat. Tapi Perpres memiliki beberapa ciri khas yang membuatnya menjadi alat penggerak kebijakan yang sangat efektif:
1. Fleksibel dan Responsif
Presiden bisa segera menetapkan Perpres ketika dibutuhkan. Tanpa perlu melalui pembahasan panjang seperti di parlemen, regulasi ini bisa langsung diberlakukan setelah ditandatangani dan diundangkan.
2. Mengatur Hal Teknis
Sebagian besar isi Perpres bersifat teknis, operasional, dan menjadi pedoman bagi kementerian/lembaga dalam menyusun aturan turunan yang lebih rinci.
3. Mengikat secara Nasional
Perpres berlaku secara nasional dan mengikat seluruh lembaga pemerintahan, baik di pusat maupun daerah. Dalam banyak kasus, Perpres menjadi acuan utama dalam implementasi kebijakan nasional.
Dampak Presidential Regulation di Kehidupan Sehari-hari
Meski terdengar administratif, pengaruh Perpres sebenarnya bisa langsung dirasakan masyarakat. Misalnya, Perpres tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menjadi dasar bagi BPJS Kesehatan dalam memberikan pelayanan. Atau Perpres tentang kendaraan listrik yang mendorong industri otomotif beralih ke energi ramah lingkungan.
Perpres juga sering digunakan dalam kondisi darurat atau untuk proyek strategis nasional. Ketika pandemi melanda, beberapa Perpres diterbitkan untuk mempercepat penanganan COVID-19, mulai dari pengadaan vaksin, distribusi bantuan, hingga skema pemulihan ekonomi nasional.
Proses Penyusunan Perpres – Presidential Regulation
Meskipun Presiden memiliki kewenangan penuh, bukan berarti penyusunan Perpres dilakukan secara sembarangan. Biasanya, proses ini melibatkan:
-
Kementerian teknis terkait, yang merumuskan substansi atau isi rancangan
-
Kementerian Hukum dan HAM, yang melakukan harmonisasi dan legal drafting
-
Sekretariat Kabinet, sebagai koordinator utama dalam proses administrasi
Setelah semua siap, Presiden akan menandatangani rancangan tersebut dan menetapkannya sebagai Peraturan Presiden. Baru kemudian, Perpres diundangkan dalam Lembaran Negara oleh Kementerian Sekretariat Negara.
Kritik dan Tantangan
Sebagai instrumen hukum, Perpres juga tidak luput dari kritik. Salah satu kekhawatiran yang sering muncul adalah potensi overlapping atau tumpang tindih dengan peraturan yang sudah ada. Ini bisa terjadi jika koordinasi antar lembaga tidak berjalan dengan baik.
Selain itu, proses penyusunan yang terlalu cepat kadang membuat beberapa Perpres kurang matang secara substansi. Akibatnya, regulasi bisa menjadi ambigu atau sulit diimplementasikan di lapangan.
Transparansi juga menjadi sorotan. Meski tidak wajib dibahas di DPR, publik tetap berharap agar penyusunan Perpres lebih terbuka dan melibatkan partisipasi masyarakat.